Arsip

Uncategorized

Belakangan, ngopi itu sebuah hal yang merepotkan. Setidaknya buat saya. Jadi, ngopi itu jadi mirip kehidupan, makin rumit. Cialat tenan!

Apa pasal? Beberapa waktu belakang, saya yang sudah sejak kecil minum kopi, dikagetkan dengan pernyataan: “Jangan ngaku pecinta kopi kalau kopinya kopi sachetan!”. Sejak kecil, saya minum kopi kampung. Kopi tumbukan sendiri. Tak pusing apa jenis kopinya. Pokoknya disangrai lalu ditumbuk dan diayak halus sebagaimana kopi kampung lainnya.

Read More

Tujuh tahun adalah waktu yang cukup lama bagi sebuah band yang baru punya satu album untuk kemudian merilis album kedua. Waktu yang teramat panjang bagi sebuah band rock untuk mengumpulkan ide dan materi di sela-sela jadwal tur dan manggung di sana-sini. Tapi juga waktu yang sangat luang bagi mereka untuk disorientasi, jenuh dan amnesia.

Adalah The SIGIT, yang beberapa waktu lalu merilis album kedua mereka dengan tajuk “Detourn”. Bagi yang ndak kenal, The SIGIT itu band asli Indonesia, keliatan kan dari akronimnya? Tapi ‘The SIGIT’ sendiri mempunya kepanjangan “The Super Insurgent Group of Intemperance Talent” yang ditulis The S.I.G.I.T. atau lebih mudahnya The SIGIT.

Read More

Satu lagi pelawak Endonesia berpulang. Asmuni yang tenar dengan kumis bak Charlie Chaplin namun selalu tampil berblangkon dikabarkan telah meninggal hari sabtu, 21 Juli 2007 di kediamannya di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur pada usia 76 tahun.

Rencananya jenasah anggota senior kelompok lawak Srimulat ini akan di makamkan di Jombang, Jawa Timur yang merupakan tempat kelahirannya pada hari minggu ini.

Sebelumnya Asmuni sempat di rawat di RS Rekso Waluyo Mojokerto karena sakit jantung, komplikasi ginjal dan asam urat yang dideritanya namun lalu dirawat di rumah karena kangen dengan anak-cucunya.



Buat saya yang hidup “melek” di tahun 90-an tentunya hanya mengenal Asmuni secara sekilas. Lawakan Asmuni yang saya saksikan mungkin hanya lewat siaran TVRI. Dari situlah saya kenal istilah Asmuni, Asal Muni (Muni: Bunyi) atau diplesetkan menjadi Asu Muni (Asu: Anjing).

Dan karena masa-masa saya menyaksikan Asmuni di usianya yang sudah sepuh tentunya lakon-lakon yang diperankan selalu sebagai orang tua yang bijak namun sesekali konyol. Berbeda dengan pelawak Jojon yang sampai tua selalu kebagian peran yang menjadi bahan ejekan pemeran lainnya.

Entah benar atau tidak, saya dan teman saya (yang saya hubungi via SMS) sepakat bahwa dari Asmuni-lah kami mengenal istilah: Hil Yang Mustahal!

Selamat Jalan, Mbah Asmuni…..

Bacaan Lain:

Tadi siang saat makan siang di warung murah pinggir jalan saya bertemu dengan kenalan saya. Seperti biasa dia bertemu saya saat belum makan. Saya ajak dia makan, tapi ditolaknya halus. Saya langsung tersadar biarpun dia itu terkenal susah makan lantaran uang di dompetnya sangat minim, tapi dia juga terkenal ribet dalam urusan makan. Too picky.

Ya rupanya tempat makan langganan saya ini kurang memenuhi standar beliau.

Ya tempat ini juga tidak bisa juga disebut warung, wong hanya berupa gerobak makanan yang diletakkan di pinggir trotoar yang lalu di kanan kirinya ditutupi dengan kain bekas spanduk, ditambah sebuah meja dan beberapa kursi plastik, hupla!! jadilah sebuah warung.

Akhirnya saya membelikan sebungkus rokok untuk bekal teman saya yang nyentrik itu.

“Makasih, bang… heran… petugas pajak kok makannya kayak gembel!!”

Ceritanya beliau ini sedang ikut menjadi sukarelawan mengumpulkan dana sumbangan untuk para korban bencana alam meletusnya gunung gamkonora di kecamatan Ibu, Kabupaten Halamahera Barat.

“Wah. Sampeyan ini bener-bener hebat. Kemarin pas musim bola sampeyan keliling door to door minta sumbangan buat beli cat, spanduk dan bendera-bendera yang bahkan bukan bendera merah putih. Trus pas kapan itu saya liat sampeyan juga lagi berdiri di jalan meminta sumbangan kepada setiap kendaraan yang lewat untuk bantu-bantu bikin masjid. Lha kemarin sampeyan juga sibuk ngumpulin uang untuk beli bendera merah putih yang gedeeeeeeee banget wong pas momen-nya dengan piala asia…” ujar saya sambil mengunyah tempe goreng.

“Ya, namanya juga pengangguran, mas… Kalo gak nyari kesibukan nanti bisa stres dan gila! Lagian selain gila bola, saya kan juga merasa kasihan dengan masjid yang pembangunannya gak rampung-rampung atau para korban gunung gamkonora yang diurusi seadanya saja…” jawab beliau sambil menghisap rokok pemberian saya dalam-dalam.

“Hehehehe.. tapi Endonesia kalah itu lawab arab saudi…

“Lho… wajar tho, mas kalo kalah! Kalo menang baru mengherankan…”

Saya agak kaget dengan cara beliau mengambil kesimpulan. Tapi lalu…

“Namanya juga arab, mas… turunan nabi! Ya hebat-hebat….”

Ini baru analisa yang hebat. Di otak saya, teori konspirasi yang ada cuman sebatas bahwa pertandingan antara endonesia vs arab saudi itu sengaja dimenangkan oleh arab karena kepentingan politis kemanusiaan. Tahu tho kalo wasitnya juga arab? Nah Negara para pemain yang melawan Bambang Pamungkas cs. dan negaranya wasit tersebut kan sama-sama direpotkan banyaknya TKI dan TKW.

Jadi Endonesia diancam kalo menang nantinya TKI dan TKW bakal diusir semua. (analisa ngawur ini adalah hasil sms antara saya dengan ipung dan bungky saat pertandingan tersebut berlangsung, dan tebakan saya 2-1 untuk arab benar!!!). Whe lha kok teman saya malah menganalisa kekalahan Tim Nas Endonesia lebih disebabkan karena Tim Arab Saudi itu turunan Nabi Muhammad!!!

Maaf saya belum bilang kalo teman saya ini agak-agak gila, tapi toh tidak membahayakan dan masih bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Iseng saya bertanya:

“Lha gampangan mana ngumpulin uang untuk pengungsi Gamkonora dan pembangunan masjid dibandingin dengan ngumpulin uang buat sepak bola?”

Jawabannya tentu sampeyan semua bisa menebaknya. Sepak Bola!